Sabtu, 24 Januari 2009

Lebaran Cara Rasul, Ikuti Yuks!

Fajar 1 Syawal menyingsing, menandai berakhirnya bulan

penuh kemuliaan. Senyum kemenangan terukir di

wajah-wajah perindu Ramadhan, sambil berharap kembali

meniti Ramadhan di tahun depan. Satu persatu kaki-kaki

melangkah menuju tanah lapang, menyeru nama Allah

lewat takbir, hingga langit pun bersaksi, di hari itu

segenap mata tak kuasa membendung airmata keharuan

saat berlebaran. Sementara itu, langkah sepasang kaki

terhenti oleh sesegukan gadis kecil di tepi jalan.

"Gerangan apakah yang membuat engkau menangis anakku?"

lembut menyapa suara itu menahan beberapa detik

segukan sang gadis.



Tak menoleh gadis kecil itu ke arah suara yang

menyapanya, matanya masih menerawang tak menentu

seperti mencari sesosok yang amat ia rindui

kehadirannya di hari bahagia itu. Ternyata, ia

menangis lantaran tak memiliki baju yang bagus untuk

merayakan hari kemenangan. "Ayahku mati syahid dalam

sebuah peperangan bersama Rasulullah," tutur gadis

kecil itu menjawab tanya lelaki di hadapannya tentang

Ayahnya.



Seketika, lelaki itu mendekap gadis kecil itu. "Maukah

engkau, seandainya Aisyah menjadi ibumu, Muhammad

Ayahmu, Fatimah bibimu, Ali sebagai pamanmu, dan Hasan

serta Husain menjadi saudaramu?" Sadarlah gadis itu

bahwa lelaki yang sejak tadi berdiri di hadapannya tak

lain Muhammad Rasulullah SAW, Nabi anak yatim yang

senantiasa memuliakan anak yatim. Siapakah yang tak

ingin berayahkan lelaki paling mulia, dan beribu

seorang Ummul Mukminin?



Begitulah lelaki agung itu membuat seorang gadis kecil

yang bersedih di hari raya kembali tersenyum.

Barangkali, itu senyum terindah yang pernah tercipta

dari seorang anak yatim, yang diukir oleh Nabi anak

yatim. Rasulullah membawa serta gadis itu ke rumahnya

untuk diberikan pakaian bagus, terbasuhlah sudah

airmata. Lelaki agung itu, shalawat dan salam baginya.





***



Lebaran, bagi kita sangat identik dengan pakaian

bagus. Tak harus baru, setidaknya layak dipakai saat

bersilaturahim di hari kemenangan itu. Namun tak dapat

dipungkiri, bagi sebagian besar masyarakat kita,

memakai pakaian baru sudah menjadi budaya. Mungkin

budaya ini merujuk pada kisah di atas, bahwa Rasul pun

memakai pakaian yang bagus di hari raya. Tidak sedikit

uang yang dikeluarkan untuk menyambut lebaran, bahkan

bagi sebagian orang, tak cukup satu stel pakaian baru

disiapkan, mengingat tradisi silaturahim berlebaran di

Indonesia yang lebih dari satu hari.



Tak ada yang salah dengan budaya baju baru itu, ambil

sisi positifnya saja, bahwa keceriaan hari kemenangan

bolehlah diwarnai dengan penampilan yang lebih baik.

Sekaligus mencerminkan betapa bahagianya kita

menggapai sukses penuh arti selama satu bulan

menjalani Ramadhan. Baju baru bukan cuma fenomena,

bahkan sudah menjadi budaya. Tetapi ada cara

berlebaran Rasulullah yang tak ikut kita budayakan,

yakni menceriakan anak yatim dengan memberikan pakaian

yang lebih pantas di hari istimewa.



Anak-anak kita bangga menghitung celana dan baju yang

baru saja kita belikan. Tak ketinggalan sepatu dan

sandal yang juga baru. Dapatlah kita bayangkan betapa

cerianya mereka saat berlebaran nanti mengenakan

pakaian bagus itu. Tapi siapakah yang akan membelikan

pakaian baru untuk anak-anak yatim? Tak ada Ayah atau

Ibu yang akan mengajak mereka menyambangi pertokoan

dan memilih pakaian yang mereka suka. Dapatkah kita

bayangkan perasaan mereka berada di tengah-tengah riuh

rendah keceriaan anak-anak lain berbaju baru,

sementara baju yang mereka kenakan sudah usang.



Rasulullah tak hanya berbaju bagus saat berlebaran,

tetapi juga mengajak seorang anak yatim ikut berbaju

bagus, sehingga nampak tak berbeda dengan Hasan dan

Husain. Lelaki agung itu, tahu bagaimana menjadikan

hari raya juga istimewa bagi anak-anak yatim. Mampukah

kita meniru cara Rasul berlebaran?



Kalau kita mampu membeli beberapa stel pakaian untuk

anak-anak kita, adakah sedikit yang tersisihkan dari

rezeki yang kita dapat untuk membeli satu saja pakaian

bagus untuk pantas dipakai oleh anak-anak yatim

tetangga kita. Kebahagiaan 1 Syawal semestinya tak

hanya milik anak-anak kita, hari istimewa itu juga

milik mereka.



Maka, ikuti yuks! Gerakan LCR (Lebaran Cara Rasul).

Gerakan ini, saya yakin sudah banyak yang melakukannya

di berbagai tempat. Namun jika lebih banyak lagi

orang-orang beruntung seperti kita yang mau

membudayakan LCR ini, akan lebih banyak senyum anak

yatim yang tercipta di hari bahagia.







Note: Jika berkenan meneruskan tulisan ini ke berbagai

milist dan komunitas, setidaknya Anda berkesempatan

mengukir senyum anak-anak yatim. Apalagi jika ada yang

bekerja di media, atau punya akses ke berbagai media

cetak maupun elektronik, sehingga Gerakan LCR ini

menjadi sebuah gerakan nasional. Akan indahlah dunia

dengan berbagi. Maha Suci Allah.

0 komentar:

Waktu Sholat

Dusuner Member Alpha

Dusuner Player


MusicPlaylistRingtones
Create a playlist at MixPod.com

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template